Sosialisasi
adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan
dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat.
Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role
theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus
dijalankan oleh individu.
Proses
sosialisasi akan berjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh
agen-agen sosialisasi itu tidak bertentangan atau selayaknya saling mendukung
satu sama lain. Akan tetapi, di masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu
dalam situasi konflik pribadi karena dikacaukan oleh agen sosialisasi yang
berlainan.
Sosialisasi terhadap individu
Antropologi
Dalam
antropologi, sosialisasi diterangkan sebagai awal proses bagaimana seorang
anggota baru dari suatu masyarakat mengambil kemudian menggunakan aspek-aspek
lain di luar kebudayaan dan diinterdalisasikan bagi dirinya dalam kebudayaan
atau disebut term enkulturasi (enculturation). Proses internalisasi melalui
pemindahan aspek-aspek baru itu tidak hanya dalam adat dan tradisi kebudayaan
yang lain namun juga dalam bahasa, pemakaian artefak seni, legenda, mitos,
kepercayaan, maupun lagu-lagu rakyat. Jika orang mengganti seluruh aspek dari
kebudayaan lain ke dalam dirinya hal itu disebut dengan asimilasi.
Menurut
Soekanto (1989) asimilasi menghasilkan unsur kebudayaan baru yang timbul
sebagai akibat pergaulan orang-orang dari kelompok-kelompok yang berlainan.
Unsur-unsur kebudayaan baru tersebut berbeda dengan kedua kebudayaan yang
bertemu.
Bagaimana
hubungannya dengan media massa? sedangkan media massa dapat berperan dalam
mendorong mempercepat penggantian norma-norma serta tata nilai melalui
pencampuran dua unsur kebudayaan atau lebih membentuk suatu unsur yang baru
sama sekali dari kebudayaan itu.
Psikologi
Psikologi
cenderung memandang sosialisasi sebagai proses seseorang mempelajari, menerima
sesuatu pengaruh stimulus dari luar karena melalui proses semacam ini seseorang
mengontrol keinginan atau bawaan dasarnya ke arah yang lebih baik sehingga
tidak besifat merusak. Paradigma teroitis dari Freud tersebut dapat diterapkan
dalam segala bidang termasuk menjelaskan bagaimana hubungan antara pesan-pesan
media dengan sikap seseorang.
Media massa
sangat berperan dalam sosialisasi pesan-pesannya untuk mendorong dan
membangkitkan unsur Id yang dimiliki oleh audien, yaitu membangkitkan kepuasan
yang rendah, selera hewani secara berlebihan dari manusia, misalnya mendorong
nafsu makan dan sebagainya.
Selain itu
media juga dapat mempengaruhi kesadaran manusia melalui penerimaan pesan-pesan
melalui unsur ego. Orang belajar mengetahui sesuatu demi peningkatan
pengetahuannya, pandangan dan pendapatannya serta keyakinannya secara
intelektual artinya membangkitkan keingintahuan. Pada tingkat superego, media
diharapkan mengendalikan dirinya, mengatur dirinya, menata kembali nilai dan
norma demi manusia sendiri.
Sosiologi
Menurut
sudut pandang ilmu sosiologi, satu merupakan langkah pengetahuan mereka tentang
apa yang mereka butuhkan karena menjadi anggota suatu kelompok misalnya
keluarga. Kedua, memberikan bagi setiap individu untuk memahami jenis-jenis
kelompok yang membentuk suatu masyarakat. Meskipun tidak pernah menjadi anggota
secara langsung harapan terhadap kelompok ini, misalnya harapan orang terhadap
pelayanan pemerintah, rumah sakit, asuransi, tim sepakbola PSSI, polisi dan
lain-lain. Jadi, melalui keikutsertaan seseorang dalam suatu kelompok baik bersifat
membership ataukah reference member ataupun partisipan namun kelompok-kelompok
itu dapat berperan sebagai sosialisasi nilai, dalam hal ini termasuk media
massa.
Sosialisasi bagi Masyarakat
Sosialisasi
dapat dikatakan sebagai usaha suatu masyarakat (kumpulan individu) untuk
melanjutkan sistemnya menjadi lebih stabil. Perjuangan itu terjadi secara
konstant dari anggotanya semenjak lahir sampai kematiannya demi kelangsungan
sistem secara kontinyu. Hal ini memungkinkan terjadi karena dasar dari
organisasi sosial dan kebudayaan secara umum ditansmisikan melalui proses social.
Menurut Charles H. Cooley
Cooley lebih
menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurut dia, Konsep Diri (self concept) seseorang berkembang
melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang kemudian disebut
looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan sebagai berikut:
1. Kita membayangkan bagaimana
kita di mata orang lain.
Seorang anak
merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar karena
sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai lomba.
2. Kita membayangkan bagaimana
orang lain menilai kita.
Dengan
pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak membayangkan
pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji dia,
selalu percaya pada tindakannya.
Perasaan ini
bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. Misalnya, gurunya selalu
mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu
memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu
benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan
orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau
sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat
dari dia.
3. Bagaimana perasaan kita
sebagai akibat dari penilaian tersebut.
Dengan
adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga
dan penuh percaya diri.
Ketiga
tahapan di atas berkaitan erat dengan teori labeling, dimana seseorang akan
berusaha memainkan peran sosial sesuai dengan apa penilaian orang terhadapnya.
Jika seorang anak dicap "nakal", maka ada kemungkinan ia akan
memainkan peran sebagai "anak nakal" sesuai dengan penilaian orang
terhadapnya, walaupun penilaian itu belum tentu kebenarannya.
Setiap
individu menjadi anggota dari satu atau lebih kelompok sosial di dalam
masyarakat dan menjalankan peranannya sesuai dengan kedudukan dalam
kelompoknya. Dalam proses sosialisasi, ia mengembangkan kepribadian melalui
interaksi dengan setiap individu di dalam kelompokkelompok tersebut. Jadi,
kelompok merupakan media sosialisasi dalam membentuk kepribadian seseorang.
Kelompok inilah yang melaksanakan proses sosialisasi. Dalam sosiologi, kelompok
ini dinamakan agen sosialisasi. Ada lima agen sosialisasi utama yang menjadi
wahana di mana individu akan mengalami sosialisasi untuk mempersiapkan dirinya
masuk ke dalam masyarakat sepenuhnya.
Keluarga
Dalam
keadaan normal, lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah
keluarga. Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang terdiri atas orang
tua, saudara-saudara, serta mungkin kerabat dekat yang tinggal serumah.
Keluarga merupakan media sosialisasi yang pertama dan utama atau yang sering
dikenal dengan istilah media sosialisasi primer. Melalui keluarga, anak
mengenal dunianya dan pola pergaulan sehari-hari. Arti pentingnya keluarga
sebagai media sosialisasi primer bagi anak terletak pada pentingnya kemampuan
yang diajarkan pada tahap ini. Orang tua umumnya mencurahkan perhatian untuk
mendidik anak agar memperoleh dasar-dasar pergaulan hidup yang benar dan baik
melalui penanaman disiplin, kebebasan, dan penyerasian.
Teman Sepermainan (Kelompok
Sebaya)
Media
sosialisasi berikutnya adalah teman sepermainan. Proses sosialisasi ini berbeda
dengan proses sosialisasi dalam keluarga. Seorang anak belajar berinteraksi
dengan orangorang yang sebaya dengan dirinya. Pada tahap ini anak mempelajari
aturan-aturan yang mengatur orang-orang yang kedudukannya sejajar. Dalam
kelompok teman sepermainan, anak mulai mempelajari nilai-nilai keadilan. Semakin
meningkat umur anak, semakin penting pula pengaruh kelompok teman sepermainan.
Kadang-kadang dapat terjadi konflik antara norma yang didapatkan dari keluarga
dengan norma yang diterimanya dalam pergaulan dengan teman sepermainan.
Terutama pada masyarakat yang berkembang dengan amat dinamis, hal itu dapat
menjurus pada tindakan yang bertentangan dengan moral masyarakat umum. Pada
usia remaja, kelompok sepermainan itu berkembang menjadi kelompok persahabatan
yang lebih luas. Perkembangan itu antara lain disebabkan oleh remaja yang
bertambah luas ruang lingkup pergaulannya, baik di sekolah maupun di luar
sekolah. Akan tetapi, perlu diwaspadai pengaruhpengaruh yang akan muncul ketika
remaja mulai bergaul dengan sebayanya, karena pada tahap ini, tingkat kerawanan
terhadap hal-hal yang cenderung ke arah negatif sangat tinggi. Mudah sekali, si
remaja terpengaruh apabila basis sosialisasi keluarga yang pernah dialami
sangat lemah. Sehingga, dengan kata lain, sebelum anak mulai masuk ke dalam
lingkungan sebayanya, sosialisasi primer yang berlangsung dalam keluarga
hendaknya diperkuat secara nyata.
Sekolah
Sekolah
dengan lembaga yang melaksanakan sistem pendidikan formal merupakan agen
sosialisasi yang akan kita bahas selanjutnya. Di sekolah seorang anak akan
belajar mengenai hal-hal baru yang tidak ia dapatkan di lingkungan keluarga
maupun teman sepermainannya. Selain itu juga belajar mengenai nilai dan norma
yang berlaku dalam masyarakat sekolah, seperti tidak boleh terlambat waktu
masuk sekolah, harus mengerjakan tugas atau PR, dan lain-lain.
Sekolah juga
menuntut kemandirian dan tanggung jawab pribadi seorang anak dalam mengerjakan
tugas-tugasnya tanpa bantuan orang tuanya. Hal itu sejalan dengan pendapat
Dreeben yang mengatakan bahwa dalam lembaga pendidikan sekolah (pendidikan
formal) seseorang belajar membaca, menulis, dan berhitung.
Aspek lain
yang dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian (independence),
prestasi (achievement), dan kekhasan (specificity). Adapun fungsi pendidikan
sekolah sebagai salah satu media sosialisasi, antara lain sebagai berikut:
1) Mengembangkan potensi anak
untuk mengenal kemampuan dan bakatnya.
2) Melestarikan kebudayaan
dengan cara mewariskannya dari satu generasi ke generasi berikutnya.
3) Merangsang partisipasi
demokrasi melalui pengajaran keterampilan berbicara dan mengembangkan kemampuan
berpikir secara rasional dan bebas.
4) Memperkaya kehidupan dengan
menciptakan cakrawala intelektual dan cita rasa keindahan kepada para siswa
serta meningkatkan kemampuan menyesuaikan diri melalui bimbingan dan
penyuluhan.
5) Meningkatkan taraf
kesehatan melalui pendidikan olahraga dan kesehatan.
6) Menciptakan warga negara
yang mencintai tanah air, serta menunjang integritas antarsuku dan antarbudaya.
7) Mengadakan hiburan umum
(pertandingan olahraga atau pertunjukan kesenian).
d. Lingkungan Kerja
Di
lingkungan kerja, seseorang akan berinteraksi dengan teman sekerja, pimpinan,
dan relasi bisnis. Dalam melakukan interaksi di lingkungan kerja, setiap orang
harus menjalankan peranan sesuai dengan kedudukannya. Misalnya, sebagai seorang
pemimpin, ia menjalankan peranannya untuk mengelola atau mengarahkan para
karyawannya, sedangkan sebagai pekerja ia melaksanakan perintah pemimpin dan
tugas sesuai dengan kedudukannya.
Nilai dan
norma pergaulan sehari-hari tidak dapat diterapkan pada lingkungan kerja karena
posisi atau jabatan seseorang sangat memengaruhi hubungan yang harus
dijalankannya. Seorang pemimpin suatu perusahaan walaupun umurnya lebih muda
tetap harus dipatuhi dan dihormati oleh bawahannya yang mungkin umurnya lebih
tua. Jadi, lingkungan kerja telah melahirkan peranan seseorang sesuai dengan
jabatan atau kedudukannya yang memengaruhi tindakannya sebagai anggota
masyarakat.
Media Massa
Media massa
terdiri atas media cetak (surat kabar dan majalah) dan media elektronik (radio,
televisi, video, film, dan internet). Meningkatnya teknologi komunikasi dan
informasi memungkinkan peningkatan kualitas pesan serta peningkatan frekuensi
penyertaan masyarakat atas pesan tersebut memberi peluang bagi media massa
untuk berperan sebagai agen sosialisasi yang semakin penting.
Salah satu media massa yang
banyak dikonsumsi oleh masyarakat, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa adalah
televisi. Acara apa yang sering kamu tonton? Film, musik, infotainment,
sinetron, berita, atau yang lainnya? Acara yang disuguhkan oleh stasiun
televisi sangat beragam, dari pendidikan, hiburan, berita, bahkan tindak kriminal
pun saat ini banyak ditayangkan dan telah menjadi konsumsi publik. Berbagai
acara yang ditayangkan oleh stasiun televisi itu akan berpengaruh pada tindakan
yang dilakukan masyarakat, terutama remaja dan anak-anak.
Pesan-pesan
yang ditayangkan melalui televisi dapat mengarahkan masyarakat ke arah perilaku
proporsional (sesuai dengan norma-norma masyarakat) atau perilaku antisosial
(bertentangan dengan norma-norma masyarakat). Untuk mencegah hal-hal yang tidak
diinginkan, beberapa stasiun televisi menyarankan agar anak selalu didampingi
oleh orang tuanya dalam menonton acara televisi. Hal ini dimaksudkan agar orang
tua memberikan pengertian kepada anak mengenai acara yang disajikan, supaya
anak mengerti maksud isi acara itu.
Agen
sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi.
Ada empat agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok bermain, media
massa, dan lembaga pendidikan sekolah, jadi Media massa juga merupakan salah
satu agen sosialisasi yang paling berpengaruh. Pesan-pesan yang disampaikan
agen sosialisasi berlainan dan tidak selamanya sejalan satu sama lain. Apa ayng
diajarkan keluarga mungkin saja berbeda dan bisa jadi bertentangan dengan apa
yang diajarkan oleh agen sosialisasi lain. Misalnya, di sekolah anak-anak
diajarkan untuk tidak merokok, meminum minman keras dan menggunakan obat-obatan
terlarang (narkoba), tetapi mereka dengan leluasa mempelajarinya dari
teman-teman sebaya atau media massa. Yang termasuk kelompok media massa di sini
adalah media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), media elektronik (radio,
televisi, video, film). Besarnya pengaruh media sangat tergantung pada kualitas
dan frekuensi pesan yang disampaikan.
Tanpa
mengikari fungsi dan maafaat media massa dalam kehidupan masyarakat, disadari
adanya sejumlah efek sosial negatif yang ditimbulkan oleh media massa. Karena
itu media massa dianggap ikut bertanggung jawab atas terjadinya pergeseran
nilai-nilai dan perilaku di tengah masyarakat seperti menurunnya tingkat selera
budaya, meningkatnya kejahatan, rusaknya moral dan menurunnya kreativitas yang
bermutu.
Efek negatif
yang ditimbulkan oleh media massa terutama dalam hal delinkuensi dan kejahatan
bersumber dari besarnya kemungkinan atau potensi pada tiap anggota masyarakat
untuk meniru apa-apa yang disaksikan ataupun diperoleh dari media massa.
Pengenaan (exposure) terhadap isi media massa memungkinkan khalayak untuk
mengetahui sesuatu isi media massa, kemudian dipengaruhi oleh isi media
tersebut. Bersamaan dengan itu memang terbentang pula harapan agar khalayak
meniru hal-hal yang baik dari apa yang ditampilkan media massa.
Hampir
setiap hari umumnya masyarakat dihadapkan pada berita dan pembicaraan yang
menyangkut perilaku kejahatan seperti pembunuhan, perampokan, perkosaan dan
bentuk-bentuk yang lain. Akibat logis dari keadaan tersebut bahwa segala
sesuatu yang digambarkan serta disajikan kepada masyarakat luas dapat membantu
dan mengembangkan kemampuan menentukan sikap pada individu-individu di tengah
masyarakat dalam menentukan pilihan mengenai apa yang patut ditempuhnya untuk
kehidupan sosial mereka. Pemberian masalah kejahatan melalui media massa
mempunyai aspek positif dan negatif. Pengaruh media massa yang bersifat halus
dan tersebar (long term impact) terhadap perilaku seolah-olah kurang dirasakan
pengaruhnya, padahal justru menyangkut masyarakat secara keseluruhan. Hasil
dari berbagai penelitian menyatakan bahwa efek langsung komunikasi massa pada
sikap dan perilaku khalayaknya, kecil sekali, atau belum terjangkau oleh
teknik-teknik pengukuran yang digunakan sekarang.
Kemungkinan
dan proses bagaimana terjadinya peniruan terhadap apa yang disaksikan atau
diperoleh dari isi media massa dapat dipahami melalui beberapa teori. Yang
pertama adalah teori peniruan atau imitasi. Kemudian teori berikutnya tentang
proses mengidentifikasi diri dengan seseorang juga menjelaskan hal yang sama.
Sedangkan teori social learning mengungkapkan faktor-faktor yang mendorong
khalayak untuk belajar dan mampu berbuat sesuatu yang diperolehnya dari interaksi
sosial di tengah masyarakat.
Memang
teori-teori tadi belum tuntas sepenuhnya dalam memaparkan perihal peniruan
terhadap isi media massa. Namun konsep-konsep pokok yang diajukan oleh
masing-maisng teori itu kurang lebih dapat membantu kita untuk memahami
terjadinya peniruan yang dimaksud dalam hubungan bahasan kita di sini yang
merupakan faktor penting dari efek sosial yang ditimbulkan oleh media massa.
Studi
pertama tentang efek TV yang dilakukan dengan lengkap adalah yang disebut Payne
Fund Studies Film and their Effect on Children, yang berlangsung selama empat
tahun 1929-1932. Hasil studi ini sebanyak dua belas jilid telah diterbitkan
oleh Macmillan di antara tahun 1933-1935.
Pada tahun
1961, UNESCO menerbitkan sebuah bibliografi beranotasi The Influence of the
Cinema on Children and Adolescent yang berisikan 491 buku, artikel dan jurnal.
Charters
(1934) mengemukakan bahwa pada tahun 1930, tiga tema besar film yang
dipertunjukkan adalah: cinta (29,6%), kejahatan (27,4 %) dan seks (15,0%). Ke
dalam kategori kejahatan yang 27,4% itu, terutama isinya adalah mengenai:
pemerasan, extortion, penganiayaan, dendam dan pembalasan.
MEDIA MASSA DAN WANITA (Media
Massa dan Persepsi tentang Gender)
Proses
sosialisasi yang dilalui oleh setiap anggota masyarakat ada yang berlangsung
secara formal, yaitu melalui sekolah dan pendidikan lainnya. Tapi adapula yang
berbentuk informal yaitu yang diperoleh melalui keluarga, kerabat, dan
pergaulan dengan teman sebaya. Media massa dapat berperan dalam proses sosialisasi
itu baik yang informal, yaitu ketika media dikonsumsi dalam situasi dan untuk
keperluan di rumah. Namun media dapat pula berperan dalam sosialisasi formal,
yakni ketika mengikuti pendidikan melalui media atau apa yang disebut sebagai
pendidikan jarak jauh.
Stereotip Wanita dalam Media
Massa
Media massa
memberikan banyak hal yang dapat diserap oleh setiap anggota masyarakat antara
lain ikut membentuk perilaku anggota masyarakat tersebut. Proses ini sebenarnya
sudah dimulai pada permulaan kehidupan seseorang adalah keluarga, sekolah
tempat kerja lingkungan sosial dan media massa. Keluarga adalah sumber pertama,
karena dari keluargalah, seseorang mendapatkan nilai-nilai dan norma-norma
dalam hidupnya.
Institusi Keluarga
1. Ibu bapa menjadi “Role Model”
dalam pembentukan sahsiah anak-anak.
2. Mewujudkan
persekitaran rumahtangga yang harmonis dan suasana yang selamat bagi anak-anak.
3. Ahli keluarga sebagai
penasihat atau kaunselor kepada anak-anak yang menghadapi masalah.
4. Saling membantu, menyokong
dan bekerjasama dalam setiap aspek kehidupan.
5. Rumah adalah sumber
untuk mendapatkan kasih sayang.
6. Mendidik anak-anak
dari kecil tentang tatacara bersosial dan persekitaran
7. Membetulkan kesalahan
anak-anak.
8. Memberikan didikan
agama dan moral melalui cerita, kisah-kisah dan teladan
Institusi Pendidikan
1.
Pengetahuan
Moral:
-
Memberikan
maklumat/teori moral
-
Penerapan
melalui aktivitas
-
Pengukuhan
melalui ujian dan peperiksaan
2.
Peraturan Sekolah:
-
Lembaga
Disiplin memastikan peraturan sekolah dikuatkuasakan dan dipatuhi
-
Mencegah dan
menghalang pelajar daripada melakukan perkara-perkara yang tidak bermoral
3.
Kegiatan
Ko-Kurikulum:
-
Pelajar
mengisi masa dengan aktivitas yang berfaedah.
-
Menyediakan
alternatif kepada para pelajar untuk menyalur minat dan kebolehan
masing-masing.
4.
Menyediakan
persekitaran yang merangsang pertumbuhan emosi dan sosial yang sihat
melalui jalinan ikatan mesra dan muhibbah.
5.
Guru
bertindak sebagai ibubapa kedua atau mentor kepada pelajar.
Institusi Masyarakat
1. Membentuk nilai-nilai
yang diterimapakai dalam kumpulan masyarakat
2. Menunjukkan perlakuan
yang boleh atau tidak dapat diterima oleh kumpulan.
3. Mempamerkan cara-cara
hidup yang sesuai dan perlu diikuti oleh golongan muda-mudi.
4. Mengubah tingkahlaku
individu yang tidak sesuai dengan teguran dan penjelasan.
5. Nilai masyarakat
majmuk dapat membanding yang kurang dalam diri kita.
6. Adat resam dapat
mempengaruhi pembentukan peribadi yang lemah lembut dan berhemah tinggi.
7. Menjatuhkan hukuman
bagi individu yang perilaku tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat melalui
sindiran, pandangan atau kata nasihat.
Institusi Agama
1. Melalui penyampaian
ajaran agama yang disampaikan dalam bentuk khutbah, ceramah, penyampaian
melalui pendeta, sami.
2. Pembacaan melalui kitab-kitab
mengikut agama yang dianuti.
3. Melalui lagu-lagu
rohani
4. Aktivitas kerohanian
5. Seminar keagamaan yang
bersifat membentuk remaja
6. Perayaan sesuatu agama
Institusi Media Massa
1. Membekalkan maklumat
baik-buruk sesuatu perkara
2. Menerbitkan rancangan
berunsur agama dan pendidikan (TV/Radio)
3. Menyelitkan
pengajaran/teladan dalam artikel
Contoh:
*Penayangan acara SmackDown!
di televisi diyakini telah menyebabkan penyimpangan perilaku anak-anak dalam
beberapa kasus.
*Iklan produk-produk tertentu
telah meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup masyarakat pada umumnya.
DAFTAR SUMBER
Soekanto, Soerjono. 2007.
Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar