Kamis, 29 November 2012

Heuristik


Fase peradaban, yakni:
Teologis
Ilmu tentang ketuhanan, kehidupan manusia dilingkupi oleh hak yang sifatnya ketuhanan, semua perasaan mengacu kepada tuhan. Contohnya, fenomena alam seperti gempa bumi dalam konsep ketuhanan yang dipersepsikan terhadap masyarakat pada masa itu mungkin ada leluhurnya yang dimaksud tuhan misalkan ada ular besar di dalam bumi yang bergerak dan cara untuk menanggulanginya supaya tidak ada bencana besar dengan cara tradisional ritual dan pengabdian terhadap tuhannya.
Metafisis
Dalam fase ini menimbulkan persoalan yang bersifat transendental, gaib dan di luar batas kemampuan, metafisik disini merupakan sebuah ide (spiritual) dari roh dan jiwa, sebaliknya untuk fisik berarti dapat dirasakan oleh panca indera. Konsep ketuhanan mulai pudar.
Positif
Fase ini sudah memasuki fase ilmu pengetahuan, aspek teologis dan metafisis hilang, tetapi daya nalar logis yang dipakai. Ketika terjadi gempa, secara logis dengan daya nalar serta rasional terjadi karena ada lempengan bumi yang bergeser atau patah. Dalam fase ini semua hal telah dirasionalkan.

Dari ketiga fase peradaban tersebut saya cenderung dalam fase positif yang membuat saya heran dan keliru, maksud dalam fase positif semua hal dirasionalkan itu bahwa saya beranggapan dalam penulisan karya tulis ilmiah mungkin kita bisa memakai metode wawancara sebagai sumber lisan dengan cara mediasi terhadap roh halus, apabila sumber informan tidak otentik dan tidak kredibel, apa salahnya juga membandingkan dengan mengganti informan roh halus tersebut dengan yang lain. Ketika proses mediasi dilakukan beberapa kali dan informasi yang diberikan ada kesamaan mungkin bisa saja benar. Dalam konsep roh, roh manusia yang sudah meninggal dunia dalam genggaman dan kekuasaan Tuhan dan tidak berkeliaran bebas, jadi roh yang masuk ke dalam tubuh mediator kebenarannya tidak bisa dipastikan. Dalam penulisan karya ilmiah juga terdapat beberapa unsur, yaitu Logis, Empiris, Rasional dan Imperemental. Dalam unsur logis mengenai sumber mediasi tidak sejalan, kemudian secara empiris juga hal tersebut tidak bisa dikombinasikan dengan Teologis dan secara rasional tidak ada sumber pembandingnya. Akan tetapi sumber tersebut bukan dijadikan untuk sumber tersier, sekunder bahkan primer dan hanya dijadikan sebagai sumber penunjang atau pendukung terhadap apa yang diceritakannya sebagai kerangka peristiwa atau deskriptif sebagai gambaran serta mencoba mendekati kredibilitas dan kebenarannya. Jadi dalam penulisan karya ilmiah saya rasa mediasi bisa dipakai sumber, yakni sumber lisan yang hanya sebagai sumber penunjang, untuk sedikitnya mengetahui peristiwa secara deskriptif. Dari anggapan sayatersebut, bagaimana dalam historiografi tradisonal bisa dikatakan karya ilmiah yang memakai sumber-sumber naskah kuno? Bagaimana cara menguji kebenaran naskah kuno tersebut yang zamannya masih dalam tahapan mitis seperti yang dikatakan van Peursen yang dibagi menjadi tahap mitis, ontologis dan fungsional. Dilihat dari kultuurgebundenheit (ikatan budaya) dan zeitgeist (jiwa zaman)-nya masih berbau mitos dan alam gaib terhadap kepercayaan adat tradisional serta mungkin termasuk dalam fase teologis dan metafisis juga seperti yang dikatakan van Peursen yang termasuk dalam tahapan mitis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar